FASILITAS MERUPAKAN RACUN YANG TERSELUBUNG
Posted by : Erik Eksrada, S.PdI Ket. UPK V Koto Timur
Kecenderungan kita sebagai manusia ini terkadang adalah mengejar sesuatu yang kita anggap sebagai sebuah kenikmatan. Kenikmatan itu umumnya yang berlaku adalah mempunyai fasilitas-fasilitas tertentu yang memudahkan hidup kita.
Berbagai cara dan upaya kita lakukan untuk mengejar yang bernama Fasilitas. Kita bekerja siang dan malam adalah sebuah dorongan agar kita memiliki fasilitas-fasilitas yang kita inginkan.
Dan rekayasa teknologi mutakhir saat ini, semuanya adalah penyedian fasilitas-fasilitas yang di “inginkan” oleh manusia. Saya sebut “di inginkan” karena memang banyak hal fasilitas itu di ciptakan bukan untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, namun lebih banyak adalah untuk memenuhi “keinginan kita”. Dorongan-dorongan itu di pengaruhi dari iklan-iklan di televisi, dari tampilan produk yang menggoda hati, dari kecenderungan untuk pamer dan “gengsi”. Kita melangkahkan kaki ke toko-toko swalayan, supermarket, ke pasar dlsb, sejatinya bukanlah mengikuti kebutuhan kita namun di picu oleh dorongan keinginan kita.
Kita datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Niat awal sih hanya sekadar jalan-jalan, daripada sumpek dan suntuk di rumah. Sesampai di sana kita di tawari dengan beragam-ragam produk yang indah-indah dan memancing hasrat kita untuk melongoknya. Pertama hanya sekadar ingin tahu. Tahap selanjutnya kita di taburi rumbai-rumbai manis dari Sales dan karyawan garda depan produk itu. Menatap betapa imutnya para gadis-gadis SPG penawar produk itu. Dan secara tidak sadar, seperti terkena sihir, beberapa detik kemudian kita sudah mengeluarkan dompet untuk membelinya dan sesampai di rumah tidak tahu untuk apa kita membeli barang tersebut.
Itu sekadar sebuah anekdot. Namun juga mengandung rahasia hikmah yang bisa kita ambil. Bila kita kembangkan seberapa jujurkah anda membeli barang-barang lux di rumah anda?
**
Transformasi teknologi saat ini yang telah mencapai kemajuan yang sangat dimensional dan transisional karena telah mengubah cara pandang dan perilaku manusia modern. Teknologi Informasi yang alatnya adalah Internet telah menembus budaya, wilayah negara, sekat-sekat norma dan etika. Internet yang semakin mudah di akses ke pedalaman-pedalaman Indonesia melalui HP, Tablet maupun laptop mengakibatkan percepatan pertukaran informasi yang luar biasa.
Dampaknya adalah kita menjadi kebanjiran teknologi baik produk fisik maupun layanan jasa informasi. Indonesia telah menjadi target pasar yang sangat potensial bagi para perusahaan asing untuk menangguk laba. Semua berlomba-lomba menyediakan teknologi yang membuat manusia indonesia semakin lama semakin termanjakan dengan Fasilitas.
Ini bukan sekadar ungkapan sentimentil tentang efek kapitalisasi global yang menelurkan teknologi mutakhir dan juga bukan sebuah sikap pernyataan sikap yang tidak mendukung adanya pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tapi hanya sebuah wacana untuk sedikit menyadarkan bahwa terdapat racun terselubung dari teknologi. Fasilitas yang memudahkan kita itu ternyata membuat kita kehilangan kedaulatan terhadap diri kita sendiri.
Teknologi secara tidak sadar, lambat laun telah menjerat leher hidup kita dan menjadikan kita ketergantungan. Kita merasa rendah diri apabila tidak membawa HP, Tablet, Phablet merk terbaru. Kita merasa kecil hati dalam bergaul karena tidak membawa mobil BMW. Kita merasa malu dan inferior jika tidak menggunakan merk terkenal dan model yang terkini.
Teknologi telah menggantikan hubungan sosial kemasyarakatan dengan hanya menatap layar HP dan Internet. Kita cenderung lebih suka di depan layar HP dan Komputer daripada bergaul dengan tetangga. Kita merasa lebih nyaman untuk duduk di depan televisi dan menatap berita banjir daripada kita ikut berpartisipasi untuk meringankan bencana banjir. Tidak berlebihan kalau Einstein pernah berkata, “I fear the day that technology will surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots.”
Dan puncaknya adalah kita menjadi konsumen dari sebuah rekayasa sihir Internasional yang menyisipkan pesan-pesan tersembunyi melalui kendaran informasi dan teknologi. Dan menjadikan kita manusia lemah dan tidak berdaya bila tidak ada teknologi. Tubuh kita merasa lebih sering sakit-sakitan. Kena angin sedikit sudah masuk angin, pilek. Penyakit lebih mudah menggerogoti badan kita. Tidak hanya penyakit jasmani saja, namun juga penyakit rohani. Stress, depresi, frustasi yang ujungnya adalah bunuh diri, pemerkosaan, korupsi, dan berjuta penyakit jiwa yang lainnya.
Kita lebih gampang uring-uringan apabila Internet di kantor rumah kita tutup. Kita menjadi mangkel apabila komputer kita rusak. Kita menjadi lebih frustasi saat BBM kita pending. Kita menjadi pemarah saat melihat anak-anak kita mengotori perabot rumah kita yang mewah.
Dan pada saat itu kita sudah sempurna untuk menyerahkan jiwa dan raga kita untuk di kuasai “anak buah Dajjal”.
Berbagai cara dan upaya kita lakukan untuk mengejar yang bernama Fasilitas. Kita bekerja siang dan malam adalah sebuah dorongan agar kita memiliki fasilitas-fasilitas yang kita inginkan.
Dan rekayasa teknologi mutakhir saat ini, semuanya adalah penyedian fasilitas-fasilitas yang di “inginkan” oleh manusia. Saya sebut “di inginkan” karena memang banyak hal fasilitas itu di ciptakan bukan untuk memenuhi kebutuhan primer manusia, namun lebih banyak adalah untuk memenuhi “keinginan kita”. Dorongan-dorongan itu di pengaruhi dari iklan-iklan di televisi, dari tampilan produk yang menggoda hati, dari kecenderungan untuk pamer dan “gengsi”. Kita melangkahkan kaki ke toko-toko swalayan, supermarket, ke pasar dlsb, sejatinya bukanlah mengikuti kebutuhan kita namun di picu oleh dorongan keinginan kita.
Kita datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Niat awal sih hanya sekadar jalan-jalan, daripada sumpek dan suntuk di rumah. Sesampai di sana kita di tawari dengan beragam-ragam produk yang indah-indah dan memancing hasrat kita untuk melongoknya. Pertama hanya sekadar ingin tahu. Tahap selanjutnya kita di taburi rumbai-rumbai manis dari Sales dan karyawan garda depan produk itu. Menatap betapa imutnya para gadis-gadis SPG penawar produk itu. Dan secara tidak sadar, seperti terkena sihir, beberapa detik kemudian kita sudah mengeluarkan dompet untuk membelinya dan sesampai di rumah tidak tahu untuk apa kita membeli barang tersebut.
Itu sekadar sebuah anekdot. Namun juga mengandung rahasia hikmah yang bisa kita ambil. Bila kita kembangkan seberapa jujurkah anda membeli barang-barang lux di rumah anda?
**
Transformasi teknologi saat ini yang telah mencapai kemajuan yang sangat dimensional dan transisional karena telah mengubah cara pandang dan perilaku manusia modern. Teknologi Informasi yang alatnya adalah Internet telah menembus budaya, wilayah negara, sekat-sekat norma dan etika. Internet yang semakin mudah di akses ke pedalaman-pedalaman Indonesia melalui HP, Tablet maupun laptop mengakibatkan percepatan pertukaran informasi yang luar biasa.
Dampaknya adalah kita menjadi kebanjiran teknologi baik produk fisik maupun layanan jasa informasi. Indonesia telah menjadi target pasar yang sangat potensial bagi para perusahaan asing untuk menangguk laba. Semua berlomba-lomba menyediakan teknologi yang membuat manusia indonesia semakin lama semakin termanjakan dengan Fasilitas.
Ini bukan sekadar ungkapan sentimentil tentang efek kapitalisasi global yang menelurkan teknologi mutakhir dan juga bukan sebuah sikap pernyataan sikap yang tidak mendukung adanya pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tapi hanya sebuah wacana untuk sedikit menyadarkan bahwa terdapat racun terselubung dari teknologi. Fasilitas yang memudahkan kita itu ternyata membuat kita kehilangan kedaulatan terhadap diri kita sendiri.
Teknologi secara tidak sadar, lambat laun telah menjerat leher hidup kita dan menjadikan kita ketergantungan. Kita merasa rendah diri apabila tidak membawa HP, Tablet, Phablet merk terbaru. Kita merasa kecil hati dalam bergaul karena tidak membawa mobil BMW. Kita merasa malu dan inferior jika tidak menggunakan merk terkenal dan model yang terkini.
Teknologi telah menggantikan hubungan sosial kemasyarakatan dengan hanya menatap layar HP dan Internet. Kita cenderung lebih suka di depan layar HP dan Komputer daripada bergaul dengan tetangga. Kita merasa lebih nyaman untuk duduk di depan televisi dan menatap berita banjir daripada kita ikut berpartisipasi untuk meringankan bencana banjir. Tidak berlebihan kalau Einstein pernah berkata, “I fear the day that technology will surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots.”
Dan puncaknya adalah kita menjadi konsumen dari sebuah rekayasa sihir Internasional yang menyisipkan pesan-pesan tersembunyi melalui kendaran informasi dan teknologi. Dan menjadikan kita manusia lemah dan tidak berdaya bila tidak ada teknologi. Tubuh kita merasa lebih sering sakit-sakitan. Kena angin sedikit sudah masuk angin, pilek. Penyakit lebih mudah menggerogoti badan kita. Tidak hanya penyakit jasmani saja, namun juga penyakit rohani. Stress, depresi, frustasi yang ujungnya adalah bunuh diri, pemerkosaan, korupsi, dan berjuta penyakit jiwa yang lainnya.
Kita lebih gampang uring-uringan apabila Internet di kantor rumah kita tutup. Kita menjadi mangkel apabila komputer kita rusak. Kita menjadi lebih frustasi saat BBM kita pending. Kita menjadi pemarah saat melihat anak-anak kita mengotori perabot rumah kita yang mewah.
Dan pada saat itu kita sudah sempurna untuk menyerahkan jiwa dan raga kita untuk di kuasai “anak buah Dajjal”.