KOMUNIKASI
A. PENGANTAR
Komunikasi merupakan bagian penting dalam setiap gerak
kehidupan kita, baik sebagai individu, kelompok, atau organisasi. Khususnya
bagi organisasi atau institusi, yang mempunyai program-program besar seperti
PPK, maka komunikasi menjadi unsur penting bagi kelancaran dan keberhasilan
organisasi itu sendiri dan program-program yang dikembangkannya.
Di dalam program sebesar PPK, tanpa komunikasi yang baik
antar unsur-unsurnya yang terlibat baik sebagai individu maupun organisasi,
maka tidak akan memberi keberhasilan yang memuaskan baik untuk masyarakat
maupun bagi para pendamping program.
Oleh karena itu diharapkan dengan adanya komunikasi yang baik di dalam
unsur-unsur PPK seperti FK, PjOK, Masyarakat, Perangkat kecamatan dan desa, KPMD,
KM-Kab. dan KM-Prop, kelompok wanita, LSM lokal, dan lain-lainnya akan membawa
PPK menuju keberhasilan yang bermanfaat bagi masyarakat.
B. PENGERTIAN DAN
TUJUAN KOMUNIKASI
B.1. Pengertian:
Komunikasi berasal
dari kata Communi = Sama. Jadi dapat
dikatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses hubungan antar manusia untuk
menyampaikan pesan, informasi, pemikiran atau gagasan dengan menggunakan cara
dan sarana tertentu dalam ruang dan waktu tertentu dimana proses hubungan
tersebut dapat saling dimengerti atau dipahami satu sama .
Bagi antara
individu komunikasi berarti:
Pesan yang akan disampaikan oleh
komunikator (pengirim pesan) haruslah diterima dan dimengerti sama oleh
komunikan (penerima pesan)
Bagi organisasi atau unsur-unsur yang terlibat dalam
program, komunikasi dapat berarti:
Saluran untuk melakukan dan menerima
pengaruh, mekanisme, perubahan, gagasan, serta alat untuk mendorong motivasi
dan merupakan perantara yang memungkinkan organisasi atau program tersebut
mencapai tujuan.
B.2. Tujuan:
Dengan demikian
dapat disimpulkan jika kita mengadakan komunikasi berarti ada tujuan yang dapat
berupa:
·
Kita menghendaki seseorang mengerti
sesuatu dan kemudian berbuat sesuatu; dan atau
·
Kita menghendaki seseorang berfikir
atau merasakan sesuatu cara tertentu.
Untuk mencapai
tujuan seperti dimaksud maka harus ada proses aktivitas komunikasi, yang pada
prinsipnya dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Komunikator
merasakan suatu kebutuhan untuk melakukan komunikasi. Kemudian disusunlah lambang, tanda,
atau simbol atau kata-kata.
2. Komunikator
kemudian mengirimkan atau menyampaikan tanda-tanda tersebut melalui
sarana/perantara komunikasi.
3. Penerima pesan,
ketika mendengar, melihat, atau merasakan tanda-tanda itu kemudian memberi arti
kepada tanda-tanda itu menjadi sebuah pikiran/ide yang memiliki makna.
4. Akhirnya
komunikator dapat mengatakan telah mengkomunikasikan pesannya jika terjadi
reaksi dari komunikan sesuai dengan yang diinginkan.
C. UNSUR-UNSUR DALAM KOMUNIKASI
Dari pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada 4 (empat) unsur dalam komunikasi,
yaitu:
(i)
Unsur manusia yakni komunikator (yang menyampaikan pesan)
dan komunikan (yang menerima pesan).
(ii)
Pesan
(message) yang disampaikan
(iii)
Sarana atau media (channel) sebagai alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan
(iv)
Efek (effect) yang merupakan pengaruh dari adanya komunikasi.
1. Unsur Manusia
Dari unsur-unsur tersebut unsur manusia unsur sentral dalam
komunikasi. Keberhasilan komunikasi
sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis, pengalaman dan pendidikan,
serta lingkungan sosial dari komunikan dan komunikator. Kondisi psikologis ini
misalnya seperti kondisi tertekan, bebas, marah, senang, dan sebagainya yang
akan mempengaruhi kesanggupan dan kemampuan sesorang untuk melakukan suatu komunikasi
yang efektif.
Tingkat pendidikan
akan mempengaruhi persepsi dan daya konsepsi seseorang dalam menerima pesan dan
kemampuan menata alur berpikir dan perasaan ketika menyampaikan tanggapan atau
umpan balik.
Adapun lingkungan
sosial seseorang akan berpengaruh terhadap tindakan atau perilaku dalam
merespon pesan yang diterimanya. Dalam situasi yang berbeda seseorang akan
melakukan tindakan yang berbeda dalam menerima pesan. Mungkin seseorang akan
merasa enak jika diajak berkomunikasi
dalam kelompok kecil dan sulit
berkomunikasi dalam kelompok besar. Seseorang yang sedang berada dalam
kelompoknya sendiri akan bereaksi berbeda dalam merespon pesan dibanding
jika berada dalam kalompok lain. Oleh karena itu untuk dapat berkomunikasi
secara baik, seorang komunikator harus memperhatikan ketiga hal tersebut di
atas.
Variasi-variasi
atau perbedaan-perbedaan di dalam masyarakat penerima PPK akan banyak sekali
terjadi, baik dari segi tingkat pendidikan, ekonomi, usia, jenis pekerjaan, dan
sebagainya dimana semuanya itu menuntut
ketrampilan dan kearifan tertentu dalam berkomunikasi.
2. Unsur Informasi atau Pesan
Informasi atau pesan bisa dilihat dari 3 (tiga) aspek,
yaitu isi, sifat dan bentuknya.
Dilihat dari segi
isinya informasi itu dimaksudkan untuk dapat mengurangi ketidakpastian atau
kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu situasi.
Dilihat dari
sifatnya, informasi itu bisa berupa: (a) opini atau pendapat, (b) fakta atau
kenyataan yang terjadi, (c) emosi atau perasaan , (d) bimbingan atau nasihat,
(e) persuasi atau ajakan. Seorang
komunikator yang baik harus bisa membedakan sifat dari sebuah informasi yang
ingin disampaikan, supaya tidak terjadi
kesalahpahaman dalam penerimaan oleh penerima pesan. Jangan sampai terjadi
pesan yang bersifat fakta diterima sebagai opini, yang bersifat emosi diterima
sebagai persuasi.
Dilihat dari
bentuknya, informasi bisa berbentuk konkrit berupa lambang-lambang verbal baik
dalam bentuk suara, tulisan, lambang, gambar, gerak. Ada juga yang tersembunyi di balik
isyarat dengan menggunakan bahasa bisu (the silence language). Seorang yang
terlibat dalam komunikasi harus mampu menangkap pesan yang tersembunyi ini,
sebab pesan-pesan tersebut tidak kalah
pentingnya dengan pesan yang disampaikan secara kongkrit. Bahkan kadang-kadang
justru merupakan pesan atau informasi yang sesungguhnya.
3. Unsur Media
atau Sarana
Media atau sarana informasi pada prinsipnya bisa dibedakan
menjadi dua, yaitu yang abstrak universal dan yang kongkrit teknis. Media yang
abstrak universal biasanya berupa bahasa yang diwujudkan dalam bentuk
kata-kata, sikap, isyarat, atau pun tingkah laku. Sedang yang
kongkrit teknis berupa sarana teknis seperti radio, surat kabar, tv, film,
telepon, papan informasi, pengeras suara, dan sebagainya.
Pemilihan media
yang akan digunakan untuk menyampaikan
pesan sangat dipengaruhi oleh isi, sifat, dan bentuk dari
informasinya.
4. Unsur Umpan Balik
Umpan balik
merupakan respon, reaksi atau tanggapan yang diberikan oleh penerima
informasi kepada pemberi pesan. Umpan
balik sangat penting bagi upaya
perbaikan komunikasi. Kesanggupan untuk
memberikan umpan balik ini dipengaruhi oleh sifat kedekatan hubungan antara komunikator
dan komunikan. Seringkali ditemukan berbagai kesulitan dalam memberikan atau
menerima umpan balik karena pengaruh-pengaruh seperti berikut:
·
Kurang
pengalaman
·
Keragu-raguan karena nilai sosial atau
sifat hubungan yang ada
·
Keengganan karena kemungkinan resiko
yang akan terjadi
·
Kekhawatiran dalam memberikan atau
menangkap umpan balik karena tata cara atau aturan yang berlaku di dalam
organisasi atau sistem kerja
Berikut ini adalah
beberapa pedoman dalam memberi dan menerima umpan balik:
Bagi Pemberi:
·
Memperhatikan kesiapan, artinya memberi
umpan balik pada mereka yang siap menerima atau yang secara kongkrit memintanya
·
Menggambarkan atau memberi fakta dan
bukan tafsiran
·
Hanya
memberi fakta yang jelas, masih hangat atau baru
·
Menyesuaikan
dengan waktu yang tepat
·
Menyangkut
hal-hal yang memang dapat diubah
·
Jangan
ada presensi keras untuk merubah, apa lagi memerintah untuk berubah
·
Jangan
telalu banyak hal. Ringkas dan jelas lebih baik
·
Siap untuk membantu karena umpan balik
Anda
Bagi
Penerima:
·
Menyatakan secara jelas umpan balik apa
yang ingin diterima
·
Cek
kembali apa yang didengar
·
Berikan
tanggapan terhadap umpan balik yang didengar
D. EMPATI DALAM
KOMUNIKASI
Empati (emphaty) adalah kemampuan untuk
memproyeksikan dirinya pada kondisi dan perasaan orang lain. Dalam komunikasi empati sangat penting agar
pesan dapat diterima secara efektif dan tepat. Karena itu komunikator dan
komunikan perlu membangun empati ini untuk dapat ikut merasakan dan terlibat
secara psikologis, perasaan dan kondisi dari masing-masing pihak.
Sifat hubungan
antar komunikator dan komunikan banyak dipengaruhi oleh kondisi homophily dan heterophily antar keduanya.
Homophily adalah kondisi interaksi antara dua pihak yang memiliki kesamaan
dalam berbagai hal, seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan
sebagainya. Dalam kondisi yang demikian ini maka komunikasi akan terjadi secara
efektif dan pesan atau informasi akan bisa diterima dengan lebih tepat.
Sedang heterophily adalah kondisi interaksi antara dua pihak
yang memiliki banyak perbedaan, baik dari segi kepercayaan, nilai, pendidikan,
maupun status sosial, sehingga komunikasi antar mereka akan terjadi secara
tidak efektif dan pesan yang disampaikan tidak bisa diterima dengan tepat.
Kondisi yang heterophily memang sering menimbulkan
permasalahan dalam komunikasi. Kondisi semacam ini pasti akan dijumpai di dalam
PPK, dimana terdapat banyak pihak
dengan berbagai keinginan, tingkat pendidikan, ekonomi, status sosial,
pekerjaan, dll. Namun hal ini bisa diatasi dengan mengembangkan rasa empathy.
Beberapa program pengemabangan masyarakat dan perubahan sosial mengalami
kegagalan disebabkan oleh ketidakmampuan para petugas lapangan atau agen
perubahan untuk melakukan empathy dalam memfasilitasi masyarakat. Untuk dapat
merumuskan kebutuhan masyarakat secara tepat dan menyusun kegiatan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat seorang agen perubahan harus mempunyai empati yang
tinggi tanpa harus terjerumus dalam hal-hal yang bersifat subyektif.
E. KOMUNIKASI PERSUASIF
Komunikasi
persuasif adalah komunikasi yang dilakukan secara sengaja untuk mengubah sikap,
tingkah laku, atau pun pendapat dari pihak komunikan. Hal ini biasanya
dilakukan dengan membujuk atau merayu sehingga perubahan itu terjadi atas
kesadaran sendiri dari komunikan. Komunikasi persuasif mutlak harus dipunyai oleh agen perubahan
untuk dapat menfasilitasi masyarakat agar bersedia dan dapat melakukan
perubahan pada dirinya, baik perubahan sikap mental, pengetahuan, maupun
ketrampilan.
1. Pendekatan
Dalam melakukan
komunikasi persuasif ini digunakan pendekatan yang dimulai dari usaha membangkitkan
perhatian (attention), usaha
menggerakkan agar seseorang melakukan kegiatan (action). Pendekatan ini memiliki beberapa tahapan, yaitu tahap
membangkitkan perhatian (attention),
menumbuhkan minat (interest),
melahirkan hasrat (desire), mendorong
terjadinya keputusan (decision) untuk
melakukan kegiatan (action).
Tahapan-tahapan ini harus dilalui secara konsisten satu demi satu. Perilaku
atau perbuatan (action) seseorang itu
akan didahului oleh pengambilan keputusan (decision)
yang didorong oleh hasrat (desire)
karena merasa tertarik (interest) setelah mereka memperhatikan (attention) secara seksama.
2. Prinsip
Dalam rangka
melakukan 4 (empat) tahapan komunikasi
persuasif tersebut ada 4 (empat) prinsip yang perlu diperhatikan, yakni:
a. Pesan komunikasi
hendaknya disampaikan dengan emotional
appeal sehingga dapat menembus alam kesadaran komunikan dan memikat
perhatian mereka.
b. Pesan komunikasi
hendaknya diusahakan dapat diterima sebagai bagian dari pendapat dan
kepercayaan komunikan.
c. Perlu diyakinkan
kepada komunikan bahwa perubahan atau kegiatan yang dipesankan itu merupakan
salah satu jalan ke arah tercapainya tujuan atau pemenuhan kebutuhan mereka.
d. Usaha untuk
mendorong perubahan tingkah laku yang terkandung di dalam pesan persuasi tersebut hendaknya benar-benar
dilandasi motivasi, sikap, dan opini dalam waktu yang tepat.
3. Metode
Disamping keempat
prinsip tersebut, komunikasi persuasif bisa dilakukan dengan 5 (lima) metode
atau cara, yaitu:
a.
Menumpangkan atau menitipkan pesan
tersebut pada suatu obyek atau peristiwa yang (sedang) menarik bagi orang
banyak, seperti melalui forum pengajian,
kebaktian, pemutaran film, panggung hiburan, dan sebagainya.
b.
Penyampaian pesan juga dapat dilakukan
dengan cara melibatkan diri dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga menimbulkan kesan senasib antara
komunikator dan komunikan. Kesan senasib
memudahkan munculnya rasa empati yang selanjutnya mendukung terjadinya komunikasi
yang mendalam.
c.
Penyampaian pesan juga dapat
disampaikan dengan cara meyakinkan harapan-harapan yang logis dan
realistis yang menguntungkan namun juga disertai
gambaran konsekuensi yang buruk. Dengan cara ini diharapkan dapat menumbuhkan kegairahan yang
aktif.
d.
Penyampaian
pesan disampaikan dengan mengemas atau
meramunya sedemikian rupa sehingga komunikan menjadi lebih
tertarik.
4. Hambatan
Hambatan dalam komunikasi biasanya bisa bersifat obyektif
atau subyektif. Hambatan obyektif merupakan gangguan yang tidak disengaja
terhadap berlangsungnya komunikasi. Hambatan obyektif biasanya berupa gangguan
mekanik (seperti kegaduhan suara, huruf terlalu kecil, dll.) dan gangguan
semantik (gangguan bahasa atau konsep yang berbeda). Sedangkan hambatan subyektif adalah hambatan yang sengaja dibuat oleh
orang lain akibat dari adanya pertentangan kepentingan dan prasangka.
Para ahli komunikasi telah mengidentifikasi
bahwa justru hambatan subyektif tersebut yang sering menggagalkan terjadinya
komunikasi secara efektif. Gangguan atau hambatan tersebut antara lain:
·
Sifat egois: terlalu memikirkan kepentingan
pribadi, misalnya tindakan atau kebijakan yang
didasari kepentingan pribadi dan cenderung mengabaikan keterangan atau
ide atau umpan balik orang lain.
·
Emosional: cenderung menilai sesuatu dari sudut
pandang negatif, sehingga tidak ada keterbukaan untuk proses komunikasi
efektif.
·
Konflik pribadi/kelompok: adanya masalah (mungkin pribadi)
antara pengirim pesan dan penerima pesan.
·
Pengalaman masa lampau: seorang komunikator yang mempunyai
pengalaman/kebiasaan (track record) yang buruk (misalnya, suka bohong, pernah
menipu, dll.) akan mendapat kesulitan berkomunikasi secara efektif.
·
Lingkungan kurang menguntungkan: gaduh, ramai, banyak suara, dan
lain-lain. Saat komunikasi berlangsung akan sangat mengganggu proses tersebut.
·
Perbedaan status: harus diakui
bahwa perbedaan pendidikan, ekonomi, pekerjaan, merupakan hambatan yang paling
besar dalam komunikasi saat ini. Sebagai petugas lapangan harus memiliki siasat
untuk mengatasi hal tersebut.
c. Pertentangan Kepentingan
Hambatan komunikasi
juga bisa terjadi jika pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator
tidak sesuai atau bertentangan dengan kepentingan dari yang menerima pesan. Perbedaan kepentingan
mempengaruhi daya tanggap dan tingkah laku seseorang untuk bersifat reaktif
terhadap pesan yang tidak sesuai dengan kepentingannya. Akibatnya muncullah
reaksi penolakan. Jika hal ini terjadi maka tujuan komunikasi tidak akan
tercapai. Karena itu komunikator harus berhati-hati dan bijaksana jika pesan
yang akan disampaikan dirasa bertentangan atau tidak sesuai dengan kepentingan
dari penerima pesan (komunikan).
d. Prasangka
Prasangka
merupakan salah satu hambatan berat dalam komunikasi, karena orang yang
berprasangka akan dengan serta merta menentang atau menolak pesan yang akan
disampaikan. Prasangka bisa menggerakkan emosi seseorang untuk menarik
kesimpulan tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Apalgi jika prasangka itu
sudah berakar, maka seseorang tidak dapat lagi berpikir secara obyektif, apa
yang dilihat dan didengarnya selalu dinilai negatif. Agar dalam proses
komunikasi tidak terhambat oleh faktor prasangka ini maka komunikator hendaknya
tidak menonjolkan hal-hal yang dapat menimbulkan prasangka tersebut.
F. MENGELOLA KONFLIK DALAM KOMUNIKASI
Dalam proses komunikasi
tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik antar para pelaku komunikasi.
Konflik tidak selamanya merupakan sesuatu yang tidak wajar dan bersifat
negatif, bisa juga merupakan sesuatu
yang positif. Hal ini tergantung dari cara dan kemampuan untuk mengelolanya.
Konflik, secara definitif, adalah suatu perselisihan atau persengketaan antara
dua pihak atau lebih yang sedang melakukan interaksi yang ditunjukkan dengan
pernyataan bermusuhan secara terbuka atau tertutup.
Konflik akan
terjadi manakala pencapaian tujuan suatu pihak tertentu dilakukan dengan
mengorbankan pencapaian tujuan dari pihak lain. Konflik juga dapat terjadi baik
karena adanya tujuan yang berbeda maupun adanya tujuan yang sama. Disamping itu
faktor-faktor berikut juga merupakan penyebab awal dari
terjadinya konflik, yaitu faktor: persaingan sumber daya, saling
ketergantungan tugas, kekaburan hak atau
wewenang, perbedaan status, adanya rintangan komunikasi, dan hal-hal lain yang
bersumber dari ciri karakteristik individual seperti mudah marah, mudah
tersinggung, tidak mau mengalah, dan sebagainya.
1. Akibat Konflik
Sebagaimana
dikemukakan di atas bahwa konflik itu bisa berakibat negatif dan bisa pula
berakibat negatif. Akibat negatif dari suatu konflik
diantaranya adalah:
a. Mengganggu
komunikasi, retaknya kohesi atau keeratan hubungan, dan mengganggu kerjasama.
b. Menurunkan
produktifitas kegiatan karena sebagian besar perhatian teralihkan dari kerja
untuk menyelesaikannya.
c. Dapat menimbulkan
tekanan fisik dan psikologis, frustasi, dan kecemasan pada individu yang
terlibat di dalamnya sehingga akan menimbulkan berkurangnya kepuasan kerja,
apatisme, gangguan konsentrasi terhadap tugas, dan menimbulkan dorongan untuk
menarik diri dari aktifitas yang menjadi sumber konflik.
Sedang akibat positif
dari suatu konflik diantaranya adalah:
a. Menciptakan
suasana yang dinamis dalam suatu interaksi sosial.
b. Dapat mendorong
keberhasilan usaha adaptasi atau penyesuaian diri dengan lingkungan.
c. Dapat mendorong
terjadinya perubahan yang inovatif dari kondisi status quo yang kurang baik.
d. Dapat mendorong terjadinya proses
saling belajar dan berpikir kritis diantara pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya.
2. Beberapa
Pendekatan Dalam Menghadapi Konflik
Ada 6 (enam) pendekatan yang dapat
digunakan dalam menghadapi atau menyikapi konflik, yaitu penarikan diri,
pengabaian dan rujuk, persuasi, pemaksaan dan penekanan, tawar menawar dan
pertukaran, dan pemecahan masalah secara terpadu.
a.
Penarikan diri (Withdrawal)
Menarik diri dari interaksi atau
hubungan dengan pihak yang menimbulkan menjadi lawan konflik adalah salah satu sikap menghadapi konflik
yang sering kita temui. Cara ini akan efektif jika dalam pekerjaannya kedua
belah pihak memang tidak perlu melakukan interaksi.
b.
Pengabaian dan rujuk
(smoothing and conciliation)
Mengabaikan
konflik dan melakukan rujuk juga merupakan salah satu sikap dalam menghadapi
konflik. Hal ini bisa dilakukan dengan upaya-upaya: (a) menunjukkan hasrat
untuk bekerjasama dan menjalin hubungan yang harmonis; (b) menyatakan penghargaan
terhadap prestasi pihak lawan konflik; (c) menghindarkan diri dari tindakan
atau pernyataan yang menuduh dan mengancam; (d) memperkuat usaha pendekatan
untuk berdamai; (e) menonjolkan ciri-ciri yang sama dan kepentingan bersama;
(f) mengajukan bantuan khusus pada pihak lawan konflik; dan (g) mencari
persetujuan untuk tidak memasalahkan perbedaan nilai atau kepercayaan dan
kepentingan. Pendekatan ini sering dapat
menyelsaikan konflik secara baik, sebab tidak bersifat konfrontatif. Suatu
sikap yang konfrontatif dalam menyelesaikan
konflik seringkali tidak efektif, apalagi jika konflik itu menyangkut
koordinasi dan usaha kerjasama. Sikap konfrontatif justru akan semakin
memperparah keadaan.
c.
Persuasi (persuation)
Menghadapi konflik juga bisa dilakukan
secara persuasi, yaitu dengan meyakinkan pihak lawan agar bersedia mengubah
sikap atau posisi. Hal ini bisa
dilakukan dengan cara: (a) memberikan bukti faktual yang mendukung sikap dan
posisi kita; (b) mendiskreditkan informasi yang menunjang sikap atu posisi
lawan konflik; (c) menunjukkan kerugian yang mungkin diderita oleh lawan
konflik sebagai akibat dari sikap atau posisinya; (d) menunjukkan bahwa
pendapat, sikap atau posisi kita akan menguntungkan pihak lain, terutama pihak
lawan konflik; dan (e) menunjukkan bahwa pendapat, sikap atau posisi kita
konsisten dengan yang sebelumnya dan sesuai dengan norma atau ukuran keadilan
yang berlaku.
Namun untuk
melakukan usaha persuasi ini tidak terlalu mudah. Keberhasilannya tergantung
dari kredibilitas dan kemampuan orang yang melakukan persuasi, kesediaan pihak
lawan konflik untuk mempertimbangkan fakta yang relevan, dan ada tidaknya
persamaan tujuan sedang perbedaan yang ada hanyalah perbedaan dalam hal cara.
d.
Pemaksaan dan penekanan
(forcing and pressure)
Pemaksaan merupakan salah satu upaya
untuk menyikapi konflik dengan maksud untuk memaksa atau menekan pihak lawan
konflik agar menyerah. Cara ini akan efektif manakala salah satu pihak yang
berkonflik mempunyai wewenang formal atas pihak lainnya. Cara ini dapat
dilakukan dengan jalan memberikan ancaman dan
rangkaian hukuman. Namun sikap atau cara ini tidak akan efektif manakala
pihak-pihak yang berkonflik mempunyai kedudukan, wewenang, atau kekuasaan yang
sederajat atau seimbang.
e.
Tawar menawar (bergaining)
Tawar menawar merupakan proses
penukaran konsesi antara pihak-pihak yang berkonflik sampai tercapai suatu
kompromi. Dengan cara ini akan diperoleh
suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Cara ini bisa
dilakukan dengan jalan: (a) mengajukan secara sepihak konsesi kecil
disertai pernyataan bahwa kita tidak
akan memberi konsesi lagi kecuali pihak lawan konflik mengajukan pula konsesi;
(b) menyarankan pertukaran konsesi yang dapat diterima; (c) mengisyaratkan
secara informal niat untuk membuat konsesi di waktu yang akandatang bila pihak
lawan konflik mengajukan konsesi sekarang; dan (d) mengusulkan seorang penengah
untuk membantu mencarikan kompromi yang dapat diterima. Namun cara tawar
menawar ini kurang efektif untuk menghadapi konflik yang bersifat
"menang-kalah" yang masing-masing pihak tidak yakin kalau dapat
dicapai kompromi.
f.
Pemecahan masalah terpadu
(integrative problem solving)
Pendekatan ini merupakan usaha untuk
mencari penyelesaian dengan memadukan kebutuhan dari pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik. Dalam pendekatan ini dilakukan proses pertukaran
informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan secara terbuka dan jujur. Karena itu
dibutuhkan adanya saling percaya, meskipun mungkin hanya sedikit. Disamping itu
masing-masing pihak harus berusaha memandang masalah yang menimbulkan konflik
dari sudut pandang pihak lain.
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pendekatan ini diantaranya adalah: (a) perlunya
merumuskan masalah secara bersama dengan waktu yang cukup; (b) perlunya
merumuskan masalah secara spesifik dan tidak terlalu umum; (c) perlunya
mengenali perbedaan dan persamaan kebutuhan atau kepentingan dari pihak-pihak
yang berkonflik; (d) perlunya mencari alternatif pemecahan masalah secara
bersama-sama; (e) perlunya mengusahakan keuntungan yang berimbang bagi
masing-masing pihak dari pemecahan masalah yang diambil; dan (f) perlunya
persetujuan secara menyeluruh dari hasil perumusan bersama.
3. Intervensi Pihak Ketiga
Apabila
pihak-pihak yang berkonflik tidak bersedia berunding atau upaya pendekatan yang
mereka lakukan menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam
penyelesaian konflik. Pihak ketiga ini bisa
berperan sebagai hakim, penengah, atau hanya sekedar konsultan. Setelah
mendengar keluhan dari kedua pihak, maka pihak ketiga akan mengambil keputusan
mencari pemecahan masalah yang mengikat pihak-pihak yang berkonflik. Di sini
pihak ketiga mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan
konflik.
Namun sebagai
penengah, pihak ketiga tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan
penyelesaian konflik. Dia hanya berperan untuk membantu menjalin komunikasi
yang terputus diantara pihak-pihak yang berkonflik, melakukan penukaran konsesi spesifik agar
semua pihak meninjau posisinya masing-masing, dan membantu melapangkan jalan
untuk pemecahan masalah secara terpadu dengan mengumpulkan, menjernihkan, dan
memperjelas fakta-fakta dari masing-masing pihak.
G. MEMPERSIAPKAN KOMUNIKASI DALAM PERTEMUAN
Yang ingin disampaikan
disini adalah teknik-teknik dan persiapan yang diperlukan seorang konsultan
pendamping dalam mempersiapkan diri melakukan komunikasi di pertemuan-pertemuan
di masyarakat. Komunikasi yang dimaksud bisa berupa pertemuan rutin masyarakat,
pertemuan membahas kegiatan program, dan lain-lain.
Persiapan-persiapan
melakukan komunikasi dalam pertemuan ini dapat dibagi kedalam 2 persiapan,
yakni: (1) persiapan fisik, dan (2) persiapan pribadi. Persiapan-persiapan ini
penting untuk dilakukan agar memberikan makna komunikasi yang efektif dan
maksimal.
1.
Persiapan Fisik:
Persiapan fisik
yang dimaksud adalah persiapan terhadap sarana-sarana fisik pertemuan. Jika
Anda yang mengundang pertemuan, maka tentu saja Anda mempersiapkan
persiapan-persiapan sarana fisik tersebut. Tetapi, sering terjadi Anda yang
diundang dalam berbagai pertemuan-pertemuan sehingga campur tangan untuk
mempersiapkan sarana fisik relatif sedikit. Berikut adalah hal-hal yang perlu
disiapkan mengenai sarana fisik pendukung komunikasi pertemuan:
(i) Ruang pertemuan:
Ä pilih ruang yang dapat menampung jumlah
peserta yang diperkirakan hadir
Ä pilih ruang yang punya sirkulasi udara
relatif baik sehingga tidak menimbulkan kegerahan saat pertemuan
Ä
pilih ruang yang cukup terang (jika
pertemuan siang hari)
(ii) Tata Letak Pertemuan:
Ä
hindari penataan kelas dan tempat duduk
seperti di sekolahan atau terkesan sangat formal. Usahakan penataan tempat
duduk yang bisa saling menatap satu sama lain seperti setengah melingkar, atau
yang lain.
(iii) Sarana pendukung:
siapkan pengeras suara, OHP, papan tulis, penghapus, kapur atau spidol dengan teliti jika memang
akan digunakan. Tentu saja jenis yang disiapkan disini berkait dengan materi
yang akan disampaikan. Persiapan-persiapan ini akan menjadi lain jika Anda
diundang ke tempat lain dimana berbagai sarana pendukung ini mungkin tidak
dapat disediakan. Jika memungkinkan lakukan kontak dengan pelaksana pertemuan
jauh sebelum pertemuan terjadi sehingga Anda dapat mempersiapkan materi dan
media sederhana yang dapat dipakai.
2.
Persiapan Pribadi:
Yang dimaksud persiapan pribadi adalah persiapan Anda
sendiri sebagai konsultan pendamping yang akan memberikan penjelasan,
membawakan materi, atau secara khusus diundang untuk menjelaskan suatu
kegiatan. Persiapan-persiapan pribadi yang harus diperhatikan antara lain
adalah:
(i) Pastikan bahwa secara fisik Ada tidak terlalu
lelah untuk mengikuti pertemuan tersebut. Oleh karena itu sebaiknya cukup
istirahat paling tidak sehari sebelum pertemuan. Kondisi yang terlalu lelah
sangat mempengaruhi penampilan Anda, perhatian pendengar, dan kemampuan
mengingat atau berkreatifitas dalam berkomunikasi.
(ii) Pastikan bahwa Anda telah menyiapkan materi
yang akan disampaikan, baik materi untuk Anda sendiri atau mungkin materi lain
yang perlu dibagikan kepada peserta pertemuan.
(iii) Pastikan pula bahwa sudah cukup menguasai
materi yang akan Anda bawakan di hadapan masyarakat. Kurangnya penguasaan
terhadap materi dapat menimbulkan kesan Anda tidak serius, kegiatan dianggap
masih kira-kira, Anda dianggap tidak profesional, atau mungkin peserta sungguh
tidak bisa menangkap maksud yang Anda sampaikan.
3. Hal yang perlu disiapkan atau
diperhatikan saat berbicara:
(i) Bicaralah tidak
terlalu cepat, tenang, dengan kekuatan suara yang cukup, runtut. Berikan jeda
uraian, supaya setiap kali peserta dapat mengendapkan atau meresapkan apa yang
diuraikan.
(ii) Berikan perhatian
dan kesempatan bertanya sebisa mungkin kepada semua peserta, dan berikan sikap respect (perhatian).
(iii) Jawablah setiap
pertanyaan yang muncul dari peserta sebaik-baiknya semampu Anda bisa menjawab.
Jika ada hal yang sungguh Anda tidak bisa menjawab, beritahukan bahwa Anda akan
mencatat pertanyaan itu dan akan mencoba mencarikan jawabnya yang pasti pada
pihak-pihak lain yang mengetahui dan jawaban akan anda jelaskan pada
pertemuan-pertemuan berikutnya atau langsung ke rumah yang bersangkutan.
(iv) Pergunakan kosa
kata atau tata bahasa sederhana, mudah dimengerti, atau menggunakan kata-kata lokal yang artinya
sepadan dengan yang Anda maksud.
(v) Pahamilah forum
dengan baik, berikan lelucon atau pertanyaan pancingan, atau bahkan permainan,
untuk menjaga perhatian peserta agar tetap konstan terhadap materi yang Anda
berikan.
(vi) Jangan lupa, pada
akhir bicara ucapkan terima kasih atas segalanya, dan mohon maaf jika ada
istilah yang menyinggung perasaan peserta. Hal ini penting dilakukan karena
pada prinsipnya ada banyak sekali GAP “bahasa” antara masyarakat dengan Anda.
Hal-hal yang telah
diuraikan tadi sifatnya sangat sederhana. Namun sering kali banyak petugas
lapangan atau konsultan pendamping tidak memperhatikannya karena mempunyai
“prasangka”: “Ah itu soal mudah …..”.
Banyak penyuluhan atau penjelasan yang diberikan kepada masyarakat tidak
diketahui maknanya oleh masyarakat karena petugas sendiri tidak mau
mempersiapkan dengan sungguh-sungguh. Oleh karena keberhasilan komunikasi tidak
hanya disebabkan oleh kemampuan si penerima pesan, tetapi juga –dan mungkin
utama—kemampuan si pemberi pesan untuk mengukur, menilai, memahami dirinya
sendiri.
By. Abdi by Hendra Asisten Faskab Padang Pariaman