Media Informasi Pemberdayaan

Selasa, 05 Januari 2016

Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Adalah Harapan Baru Bagi Masyarakat Perdesaan



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan Undang-Undang yang telah dinantikan oleh segenap masyarakat desa tak terkecuali perangkat desa selama 7 tahun. Tepatnya, Rabu 18 desember 2013, Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Desa disahkan menjadi UU Desa. Kemudian pada 15 januari 2014, Presiden menandatangani guna mengesahkan UU tersebut. UU Desa ini secara umum mengatur materi mengenai asas pengaturan, kedudukan dan jenis desa, penataan desa, kewenangan desa, penyelenggaraan pemerintahan desa, hak dan kewajiban desa dan masyarakat desa, peraturan desa, keuangan desa dan aset desa, pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha milik desa, kerja sama desa, lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat desa, serta pembinaan dan pengawasan. UU Desa ini disahkan dengan tujuan antara lain:

  1. memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
  3. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa;
  4. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; - membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
  5. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
  6. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
  7. memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;
  8. memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Sedangkan asas pengaturan dalam UU Desa ini adalah:
  1. rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;
  2. subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa;
  3. keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
  4. kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat desa dan unsur masyarakat desa dalam membangun desa;
  5. kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun desa;
  6. kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat desa;
  7. musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;
  8. demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat desa atau dengan persetujuan masyarakat desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa diakui, ditata, dan dijamin;
  9. kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri.

Undang-Undang Desa yang baru berumur setahun tersebut terasa begitu istimewa bagi kita sebagai masyarakat sehingga perlu untuk dibaca dan dipahami lebih mendalam. Beberapa keistimwaan yang merupakan harapan baru bagi masyarakat yang terdapat dalam Undang-Undang ini antara lain : 
1.      Diakuinya eksistensi Desa dan Desa Adat. Sejak bangsa ini ada, baru kali ini ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang desa dan desa adat. Selama ini, pengaturan tentang desa selalu menjadi bagian dari UU tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan di Desa.

2.      Desa akan mendapat kucuran dana milyaran rupiah dari APBN. Ketika UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan, masyarakat desa mendapat angin segar. Setiap Desa diseluruh Indonesia akan mendapat kucuran dana yang dianggarkan dari APBN sebesar lebih kurang Rp 1 miliar. Kucuran dana ini akan dilakukan secara bertahap mulai 2015 ini. Besaran alokasi anggaran yang diperuntukan langsung ke desa ditentukan 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah secara bertahap (pasal 72 UU Desa). Kucuran dana yang bertahap didasarkan dengan mempertimbangkan kemampuan APBN dan fiskal nasional. Tak hanya itu, pemerintah juga mempertimbangkan kesiapan kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan, pengawasan, serta kesiapan desa dalam melaksanakan pembangunan desa. Selain menerima dana desa dari APBN, Desa juga mendapat alokasi dana yang bersumber dari APBD kabupaten/kota berupa bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah. Setidaknya, desa mendapat bagian sebesar 10 persen dari APBD. Selain itu, juga memperoleh bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD kabupaten/kota. Sumber keuangan Desa juga bersumber dari pendapatan asli desa terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong dan lain-lain pendapatn asli desa serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga dan pendapatan lain yang sah. 
3.      Penghasilan Kepala Desa dan perangkat desa diatur dengan jelas. Kepala Desa atau yang disebut lain memperoleh gaji dan penghasilan tetap setiap bulan ( pasal 66 UU Desa), Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota ditetapkan oleh APBD. Selain penghasilan tetap yang dimaksud, Kepala Desa dan Perangkat Desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan penerimaan lainya yang sah. Penghasilan tetap (Siltap) Kades dan Perangkat Desa bersumber dari ADD (PP 43/2014). Pengalokasian ADD untuk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa diatur dengan ketentuan : - Jml ADD < Rp. 500 jt digunakan maks. 60% - Jml ADD Rp. 500 jt – Rp. 700 jt digunakan maks. 50% - Jml ADD Rp. 700 jt – Rp.900 jt digunakan maks. 40% - Jml ADD > Rp. 900 jt digunakan maks. 30% Bupati/walikota menetapkan besaran siltap : - Kepala Desa - Sekretaris Desa paling sedikit 70% dari Siltap kades per bulan - Perangkat desa selain sekretaris desa paling sedikit 50% dari Siltap kades per bulan Besaran Siltap kades dan perangkat desa tresebut ditetapkan dgn Peraturan Bupati/Walikota. 
4.      Masa Jabatan Kepala Desa dan anggota BPD bertambah Dengan Undang-Undang Desa yang baru masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun dan dapat dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut (pasal 39). Demikian juga dengan masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa, mereka bisa menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan, baik secara berturut turut maupun tidak berturut-turut. Hal Ini berbeda dengan Undang-Undang yang berlaku sebelumnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 dimana Kepala Desa dan BPD hanya bisa menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan. 
5.      Penguatan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa. Menurut pasal 55 UU Desa yang baru, Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Disini ada penambahan fungsi BPD yaitu pada huruf c yaitu melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,dimana dalam pasal 209 disebutkan Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. 
6.      Desa dapat membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) Desa dapat mendirikan BUMDesa, dikelola secara kekeluargaan dan gotongroyong. Pendirian BUMDesa harus disepakati melalui Musyawarah Desa. Pendirian BUMDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Jenis usaha dibidang ekonomi dan pelayanan umum. Hasil usaha BUMDesa dapat dipergunakan untuk pengembangan usaha, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, bantuan masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam APBDesa. 
7.      Dana Desa berperan mewujudkan swasembada pangan. Dana Desa nantinya juga dapat berperan dalam upaya mewujudkan swasembada pangan nasional yang ditargetkan pemerintah ke depan. Hal itu tidak mustahil tercapai karena Dana Desa dapat digunakan untuk membangun irigasi desa dan infrastruktur pertanian untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian. Apalagi setiap desa bisa bersinergi dalam menentukan arah pembangunan antara desa yang satu dengan desa yang lain agar bisa menopang program swasembada pangan. 
8.      Pelibatan masyarakat dalam Pemantauan dan Pengawasan Pembangunan Desa. Undang-Undang Desa ini (pasal 82) tegas menjelaskan tentang peran serta dan atau pelibatan masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan pembangunan dalam rangka terwujudnya tata kelola pemerintahan desa yang baik. Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan. Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. 

Pihak pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. Harapan dan tantangan Terbitnya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa patut disambut positif oleh seluruh elemen masyarakat, karena dalam regulasi itu mengamanatkan desa diberikan kedudukan dan kewenangan yang luas untuk bangkit dan tumbuh sehingga menjelma menjadi desa-desa berdikari. Di regulasi yang memayungi desa itu pula desa harus bekerja keras mengeksplorasi sumberdaya atau potensi lokal sehingga mampu menggerakkan partisipasi masyarakat secara nyata untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Disisi lain, tidak sedikit kalangan yang meragukan keefektifan Undang-Undang ini. Keraguan mereka terutama pada kekhawatiran akan pengelolaan dana yang begitu besar. Jangan-jangan dana ini akan menjadi musibah. Menjadi sumber konflik dan praktik korupsi ditingkat desa. Adalah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk selalu dan terus mengawal dan mengawas implemnetasi UU Desa ini agar benar-benar menjadi berkah bagi kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia yang tinggal di Desa dan kemajuan Desa di seluruh Indonesia. 

Post : Erik Eksrada