Media Informasi Pemberdayaan

Minggu, 05 Oktober 2014

Ada Apa dengan Negeri Ku??

Negeri para bedebah itulah sebutan rakyat indonesia kepada tanah airnya sendiri. Dimana sebutan tanah surga itu? Julukan nenek moyang kita dahulu terhadap Tanah air beta ini. Adakah tanah surga itu terdengar kembali? Lalu, bagaimana dengan jamrud khatulistiwa, balinesia, Nyiur, Maritim, Nusantara, Seribu Pulau, dan banyak lagi julukan Indonesia yang tidak lepas tentang kekayaan sumber daya alamanya yang melimpah, daratannya yang membentang, lautannya yang luas serta penduduknya yang ramah.



Tetapi, Mengapa rakyat Indonesia masih mengeluh? Padahal, megabiodiversitasnya begitu kaya. Banyak yang bilang mereka tidak sejahtera, mereka banyak yang pengangguran dan bahkan semua masalah ekonomi makro banyak terjadi di Indonesia. Apa sebab? Ada apa dengan Indonesia?

Kesimpulannya, Indonesia sedang dijajah saat ini. Mengapa demikian? Lihat saja pada sektor perekonomian Indonesia yang merupakan tonggak kesejahteraan rakyat, Semua telah dikuasai oleh negara asing. Dan bahkan telah dikatakan oleh Rektor Universitas Gajah Mada bahwa 80 % aset nasional dikuasai oleh asing. Apakah itu tidak termasuk penjajahan? Menurut saya iya, tetapi secara tidak langsung.

Tanpa disadari oleh pemerintah, tetapi dirasakan oleh rakyat Indonesia. Penjajahan terulang kembali. Petama, Banyaknya perusahaan asing yang mendirikan usahanya di Indonesia. Ini memang memberikan keuntungan pajak kepada Indonesia. Tetapi, perusahaan yang memakai SDM Indonesia dalam Industrinya, itu telah mengarah ke ekploitasi sumber daya alam di indonesia oleh bangsa asing. Seperti, PT Freeport yang ada di Papua. Yang memakai pertamabangan emas milik Indonesia. Malahan Perusahaan-Perusahaan asing di indonesia lebih diunggulkan daripada perusahaan milik indonesia itu sendiri.



Kedua, orang asing kini memiliki daya tarik untuk mempelajari bahasa Indonesia. Apa yang menjadi daya tarik orang asing tersebut? Itu tidak lain hanya ingin berkomunikasi dengan fasih bersama penduduk indonesia. Indonesia jangan merasa bangga terlebih dahulu. Masih ingatkah kita kejadian 70 tahun yang lalu? Saat jepang mulai mendarat di Indonesia dan ramah terhadap masyarakat Indonesia? Memang ini sangat jauh keterkaitannya terhadap daya tarik tersebut. Namun, kita harus tetap waspada. Banyak orang asing yang ingin menanam saham di tanah indonesia. Karna itu, mereka harus belajar bahasa Indonesia dengan fasih untuk bekerja sama.



Ketiga, Asimilasi budaya timur ke barat. Ini telah nyata terjadi di kalangan penduduk Indonesia. Mulai dari pakaian hingga pola pikir penduduk Indonesia yang bersifat Individualistik dan mengarah ke liberalisme untuk hidup bebas tanpa memperdulikan orang lain. Kemanakah rasa kebersamaan dan gotong royong itu? Yang dahulu dibanggakan di Indonesia. Dan Lama-kelamaan itu mulai memudar.



Keempat, sistem pendidikan Indonesia di setiap tingkat satuan lebih mengunggulkan bahasa Asing ketimbang bahasa Indonesia. Mulai dari pencarian siswa-siswa unggul hingga pemberian bea-siswa ke sejumlah siswa terpilih. Itu tidak lepas dari tes akademik bahasa Inggris. Mengapa tidak bahasa indonesia? Ini telah berakibat nyata ke sejumlah siswa. Sebab, beberapa siswa tidak memperdulikan nilai Bahasa Indonesia, karna masa depan mereka ditentukan oleh bahasa Inggris salah satunya. Pada tahun 2012 UN SMA kemarin, Menteri Pendidikan mengumumkan, bahwa nilai mata UN paling rendah yaitu pelajaran bahasa Indonesia. Nah, apakah itu tidak cukup bukti. Penanaman nilai luhur bangsa Indonesia itu tercantum didalam bahasa Indonesia. Karna bahasa merupakan perlambangan bunyi yang menunjukkan karakter anak bangsa. Tidak salah jika bahasa Inggris masuk kedalam pemilihan siswa unggulan. Namun selayaknya, bahasa Indonesia diutamakan. Ini negara Indonesia yang menjunjung bahasa persatuan. Bukan negara indonesia yang menjunjung bahasa asing.



Keempat keterangan tersebut telah menunjukkan dominannya aspek asing dalam Indonesia. Dari perekonomian, kebudayaan, hingga pendidikan indonesia yang tidak lepas dari pengaruh asing. Sebagai anak bangsa, kita harus bisa memfilter aspek tersebut. Jangan sampai, generasi berikutnya tidak mengenal karakter bangsa Indonesianya sendiri karna telah bercampur dengan karakter asing yang dominan.



    Nah yang jadi Pertanyaan Kenapa Hal ini bisa Terjadi???