Pada tahun 1990 yang lalu perhatian masyarakat pada masalah kemiskinan kembali digugah setelah cukup lama tidak banyak diperbincangkan di media massa. Perhatian masyarakat tersebut berawal dari pernyataan Bank Dunia di media massa (1990) yang memuji keberhasilan Indonesia dalam mengurangi jumlah penduduk miskin. Menurut Bank Dunia Indonesia telah mengurangi penduduk miskin secara relative dari 40 persen pada tahun 1976 menjadi 22 persen dari jumlah populasi pada tahun 1984. Suatu penurunan yang cukup besar hanya dari kurun waktu 8 tahun. Namun demikian secara absolute jumlah penduduk Indonesia yang masih hidup dibawah garis kemiskinan ternyata masih banyak yakni 35 juta jiwa. Selain itu masih banyak penduduk yang pendapatannya hanya sedikit sekali di atas garis kemiskinan. Kelompok “nyaris miskin” ini sangat rawan terhadap perubahan-perubahan keadaaan ekonomi seperti kenaikan komoditi-komoditi utama atau turunnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Oleh karna itu masalah kemiskinan ini masih tetap perlu diperhatikan secara serius karna tujuan pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Sementara itu didunia ilmiah masalh kemiskinan ini telah banyak ditelaah oleh para ilmuan sosial dari berbagai latar belakang disiplin ilmu dengan menggunakan berbagai konsep dan ukuran untuk menandai berbagai aspek dari permasalahan tersebut. Sosiolog maupun ekonom telah banyak menulis tentang kemiskinan tetapi istilah seperti “standar hidup” , “pendapatan” dan “distribusi pendapatan” lebih seering digunakan dalam ilmu ekonomi . sedangkan istilah “kelas”, “stratifikasi” dan “marginalitas” digunakan para sosial secara lebih luas biasanya lebih memperhatikan konsep “tingkat hidup” , yakni tidak hanya menekankan tingkat pendapatan saja tetapi juga maslah pendidikan,perumahan, kesehatan dan kondisi sosial lainnya dari masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa malasah kemiskinan itu sangat kompleks dan pemecahannya pun tidak mudah.(Menurut Andre Bayo Ala, 1981) kemiskinan itu multidimensional yang artinya kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinanpun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan asset, organisasi sosial, politik dan pengetahuan serta keterampilan . dan aspek sekunder, yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik dan pendidikan yang rendah
ASPEK-ASPEK KEMISKINAN
Masalah kemiskinan dibedakan menjadi tiga aspek yaitu : penyebab kemiskinan, ukuran kemiskinan dan indikator kemiskinan. Pembahasan selengkapnya dibawah ini :
1. Penyebab kemiskinan
Kebijakan dalam negri seringkali tidak terlepas dengan keadaan yang ada diluar negri yang secara tidak langsung mempengaruhi kebujakan antara lain dari segi pendapatan pembangunan (fredericks, 1985). Dengan demikian, kemiskinan dapat diamati sebagai kondisi anggota masyarakat yang belum/ tidak ikut serta dalam proses perubahan karna tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam kepemilikan factor produksi maupun kualitas produksi yang memadai sehingga tidak manfaat dari hasil proses pembangunan. Oleh karna itu kemiskinan disamping merupakan masalah yang muncul dengan masyarakat yang berhubungan dengan pemilikan factor produksi, produktivitas, dan tingkat perkembangan masyarakat sendiri, juga berhubungan dengan kebijakan pembangunan nasional yang dilaksanakan. Dengan kata lain masalah kemiskinan ini bisa selain ditimbulkan oleh hal sifatnya alamiah/cultural juga disebabkan oleh miskinya strategi dan kebijakan pembangunan yang ada, sehingga para pakar tentang kemiskinan kebanyakan melihat kemiskinan sebagai masalah cultural. Dan pada akhirnya timbul istilah kemiskinan structural yakni kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karna struktur sosial masyarakat tersebut tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Selo Sumarjdan, 1980).
2. Ukuran kemiskinan
Kemiskinan mempunyai penngertian luas dan memang tidak mudah untuk mengukurnya. Namun demikian, dalam bagian ini saya akan menjelaskan 2 macam ukuran kemiskinan yang umum digunakan yaitu : kemiskinan absolute dan kemiskinan relative.
a. Kemiskinan absolute
Kesulitan pertama dalam konsep kemiskinan absolute adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karna kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh kebiasaan adat biasa saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu Negara, dan berbagai factor ekonomi lainnya. Walaupun demikian, untuk dapat hidup baik seseorangmembutuhkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan sosialnya.
b. Kemiskinan relative
Orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti “tidak miskin”. Ada ahli yang berpendapat walaupun pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Ini terjadi karna kemiskinan lebihbanyak ditentukan oleh keadaan sekitar, dari pada lingkungan orang yang bersangkutan ( Miller,1971).
Berdasarkan konsep ini garis kemiskinan akan mengalami perubahan jika tingkat hidup masyarakat berubah. Hal ini jelas merupakan perbaikan dari konsep kemiskinan absolute, konsep kemiskinan relative lebih bersifat dinamis, sehingga kemiskinan akan selalu ada.
3. Indikator kemiskinan
a. Tingkat konsumsi beras
Sajogyo (1977) menggunakan tingkat konsumsi beras perkapita sebagai indikator kemiskinan. Untuk daerah perdesaan penduduk dengan konsumsi beras kurang dari 240 kg perkapita pertahun bisa digolongkan miskin. Sedangkan untuk daerah perkotaan adalah 360 kg perkapita pertahun.
b. Tingkat pendapatan
Menurut BPS (1989) didaerah perkotaan pendapatan yang dibutuhkan untuk melepaskan diri dari kategori miskin adalah Rp 4.522,00 perkapita pada tahun 1976, sedangkan pada tahun 1987 adalah Rp 17.831,00. Pendapatan didaerah perdesaan lebih rendah daripada di daerah perkotaan yakni Rp 2,849,00 pada tahun 1976 dan Rp 10.294 pada tahun 1987.
c. Indikator kesejahteraan rakyat
Selain data pendapatan dan pengeluaran, ada berbagai komponen tingkat kesejahteraan yang lain ynag sering digunakan. Pada publikasi UN (1961)yang berjudul International Definition and Measurement of Level of Living : An Interim Guide disarankan 9 komponen kesejahteraan yaitu : kesehatan, konsumsi makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi dan kebebasan.
Strategi atau kebijakan dalam mengurangi kemiskinan diantaranya adalah :
· Pembangunan pertanian
· Pembangunan suber daya manusia SDM
· Peranan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
Sumber : Lincolin arsyad, ekonomi pembangunan, 1993.